Jumat, 05 Oktober 2007

Hidup Mengalir Bagai Air

Pengertian Dalam Praktek
Kita semua sudah kerap mendengar ucapan seseorang yang bunyinya kira-kira begini: "Hidup saya maaak mengalir saja seperti air." Seorang kawan yang sedang mempresentasikan materi trainingnya tentang tujuan hidup (life goal), sempat harus menjelaskan panjang lebar untuk meyakinkan peserta bahwa teori tujuan hidup itu tidak bertentangan dengan teori hidup mengalir bagai air, seperti yang mereka anut selama ini.

Secara harfiah, secara oret-oretan di atas kertas putih, atau secara pernyataann verbal, ucapan di atas memang mudah bisa dipahami oleh siapapun. Dan umumnya, pemahaman yang tercipta pun tidak berbeda. Yang berbeda adalah pemaknaannya dalam praktek hidup, bukan dalam teori atau dalam pemahaman kognitif. Nah, pemaknaan dalam praktek ini sangat terkait dengan kualitas sikap mental personal / individu. Gambaran kongkritnya mungkin bisa kita amati dari praktek hidup di bawah ini.

Bagi orang dengan kualitas sikap mental tertentu, ucapan di atas mungkin merepresentasikan adanya focus dan flexibility di dalam batinnya. Orang yang fokus dan fleksibel adalah orang yang memiliki tujuan hidup, fokus pada tujuan itu, dan menjalankan agenda-agenda untuk mewujudkan tujuan itu secara fleksibel. Fleksibel di sini, kalau dikiaskan pada kehidupan seorang pelaut, mungkin penjelasannya yang enak adalah adanya penyiasatan yang cantik terhadap ombak.

Seorang pelaut yang fleksibel itu mungkin mengeluarkan jurus-jurus yang keluar dari skenario awal, tapi batinnya tetap fokus pada tujuannya. Bahkan ketika tujuan itu harus diganti karena beberapa alasan, ia akan menciptkan penggantinya yang seimbang, senilai atau dengan yang lebih bagus. Jadi, fokus dan fleksibel di sini artinya adalah dinamis. Dua orang yang saya baca riwayat hidupnya menggambarkan fokus dan fleksibilitas itu adalah Mas Iwan Fals dan Pak Bob Sadino. Keduanya tidak punya agenda tehnis seperti jadwal pelajaran anak sekolah tentang apa yang harus dilakukannya esok hari. Keduanya memilih menjalani hidup mengalir bagai air.

Kalau menurut pengalaman Musashi, seorang jawara yang hidup tahun 1584-1645 dan kini pemikirannya banyak dikaji oleh pakar bisnis dari berbagai universitas terkemuka di dunia ini, filosofi hidup mengalir bagai air itu dijelaskan dengan istilah "ordered and flexibility" Air itu makhluk yang sangat ordered. Ia punya watak dasar mengalir dengan mencari berbagai celah yang mungkin untuk diterobos. Di samping itu, air juga sangat fleksibel. Dicampur dengan apapun, ia bisa beradaptasi dan pada saat yang sama, air tetaplah air.

Di pihak lain, bagi orang tertentu dengan kualitas mental tertentu, ucapan di atas mungkin merepresentasikan adanya ketidakjelasan hidup, memasrahkan nasib pada nasib, atau larut ke dalam realitas. Ketidakjelasan di sini berbeda dengan fokus dan fleksibel. Letak perbedaan itu adalah pada tujuan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Ketika kita mengucapkan hidup kita mengalir bagai air, namun tidak ada tujuan yang hendak kita raih dan tidak ada langkah-lengkah riil yang kita tempuh, maka mengalirnya kita mungkin bukan dinamika, bukan ordered and flexibility, melainkan mungkin seperti orang yang terbawa ombak di lautan.

Keseimbangan Adalah Kunci
Kalau dilihat dengan menggunakan kacamata positif, esensi dari filsafat hidup mengalir bagai air itu sebetulnya adalah keseimbangan. Seimbang di sini artinya terbebas dari hal-hal yang ekstrim. Biasanya, hal-hal yang ekstrim itu tidak terlalu bagus akibatnya buat kita, baik secara personal ataupun sosial.

Kalau kita sudah memiliki tujuan, target, visi atau apapun namanya, lalu kita sudah menjalankan agenda-agenda riil untuk merealisasikan tujuan itu, tentunya ini bagus. Tapi bila kita menyikapi dan menjalaninya secara ekstrim, berlebihan, hanya itu yang kita pikirkan secara kaku, tentu ini juga kurang bagus. Ini bisa membuat kita menjadi makhluk yang sangat individualis yang kering.

Aplikasi konsep Management By Objective (MBO) sudah membuktikan ini. Konsep yang dikembangkan oleh Dauglas McGregor ini memang dinilai sebagai bentuk riil dari aplikasi Teori Y dalam menajemen. Dengan MBO ini dimaksudkan bahwa setiap orang di dalam organisasi perlu memiliki target yang ketat untuk mencapai tujuan. Organisasi untung dan pekerja pun untung.

Ide dalam konsep ini tentunya bagus. Tapi bila diterapkan secara ekstrim (berlebihan, terlalu ketat pada target, terlalu memasabodohkan proses), ternyata ada hal buruk yang timbul dalam organisasi. Salah satu yang dominan adalah munculnya egoisme individu atau unit dalam organisasi yang bisa mengancam kinerja. Sebagai contoh misalnya bagian marketing tidak mau tahu dengan bagian operasi atau sebaliknya. Apa jadinya? Yang dirugikan pasti organisasi. Organisasi tidak bisa memberikan service yang optimal kepada pelanggan akibat egoisme internal.

Begitu juga kalau kita menjalani hidup ini terlalu mengikuti realitas, terlalu menerima realitas. Akibatnya bisa lebih buruk dari yang di atas. Menerima realitas itu bagus / positif. Jika kita sudah bisa menerima, maka kita akan bisa memahami. Jika kita sudah bisa memahami, maka pikiran kita akan lebih mudah menentukan apa yang akan kita lakukan. Dengan begitu, maka hidup kita menjadi ordered and flexibility, tidak mudah kalut oleh realitas dan tidak bertengkar dengan realitas.

Tapi jika ini kita jalankan secara ekstrim, terlalu pasrah pada nasib, terlalu mengandalkan Tuhan, tentunya tidak bagus. Karena itu, baik konsep pengetahuan atau konsep agama, tidak satupun yang membenarkan ini. Agama mengajarkan agar seseorang itu bisa memainkan peranan sebagai khalifah (decision maker) dan sebagai hamba (tunduk pada Tuhan) secara seimbang. Ini agar hidup kita mengalir bagai air. Satu sisi kita harus berpikir sebagai makhluk yang kuat dengan ke-khalifah-an kita, tapi di sisi lain, kita pun tetap berpikir sebagai hamba yang lemah dengan kehambaan kita.

Beberapa Ide Pembelajaran
Merujuk pada gagasan Peter Senge tentang learning, di sana ada istilah Adaptative Learning dan ada Generative Learning. Generative artinya kita merumuskan konsep tentang realita yang kita inginkan, misalnya saja, punya target, tujuan atau visi. You are the law of yourself. Sedangkan Adaptative maksudnya kita mengambil pelajaran dari realita yang muncul di luar skenario, misalnya saja, menjadi lebih kreatif, lebih inovatif, dan seterusnya.

Kalkulasinya, jika kita telah berhasil menjalankan dua modol learning itu, maka hidup kita akan lebih dinamis atau mengalir bagai air. Kita tetap punya sasaran yang ingin kita raih dan pada saat yang sama, kita tetap bisa menyiasati masalah atau keadaan yang muncul di luar skenario.

Selain itu, kita juga bisa menjalankan langkah-langkah berikut ini:

Pertama, perbanyak wilayah. Idealnya, jangan hanya wilayah finansial saja yang kita kasih target pada hidup kita. Kita perlu tambah, misalnya saja, wilayah emosional, intelektual, spiritual, sosial, keluarga, pendidikan anak, dan lain-lain. Konon, Mark Victor Hansen, penulis buku Chicken Soup for The Soul, punya catatan sebanyak seratus tujuan dalam dirinya.

Mengejar terget finansial memang bagus, karena faktanya semua urusan butuh uang. Tapi bila hanya itu yang menjadi perhatian kita secara berlebihan, tentu akibatnya tidak bagus. Contoh yang paling riil misalnya saja pencapaian target di wilayah finansial kita bagus, tapi wilayah lain, katakanlah wilayah keluarga atau pendidikan anak, tidak bagus atau berantakan. Apa jadinya? Pasti kita tidak bisa menikmati hasil pencapaian finansial itu senikmat kalau dibanding dengan misalnya kita tetap menjaga keseimbangan wilayah lain.

Kedua, tentukan prioritas. Maunya kita semua, pasti kita ingin hal-hal yang ideal itu terjadi pada saat yang sama dan sekaligus. Ini memang manusiawi. Tapi kita sendiri tahu bahwa realitas lebih sering bergerak secara liar. Masalah yang kita hadapi hari ini berbeda dengan yang kita hadapi sekian tahun lalu. Lebih berbeda lagi dengan yang akan kita hadapi nanti. Karena itu dibutuhkan skala prioritas untuk menentukan mana yang paling kita utamakan (first priority), mana yang kita nilai penting (important), dan mana yang kita nilai mendesak (urgent).

Ketiga, belajar menajamkan fokus. Fokus ini kemampuan. Artinya, orang akan memiliki tingkat kefokusan yang semakin bagus apabila ia belajar (acquired skill). Karena terkait dengan kemampuan, maka yang menjadi penentu di sini bukan dunia di luar diri kita, melainkan dunia di dalam diri kita. Dunia di luar diri kita memang punya pengaruh tapi sifatnya tidak menentukan.

Contoh-contoh di lapangan sudah banyak membuktikan itu. Banyak ibu rumah tangga yang kerja di luar rumah tapi tetap bisa mengatur fokusnya untuk mendidik anak. Banyak pejuang kita dulu yang punya pekerjaan banyak, dari mulai urusan mengusir penjajah, urusan kantor, urusan lain-lain, tapi tetap bisa fokus pada keluarga, pada anak-anak, dan lain-lain.

Intinya, kita perlu melawan alasan-alasan yang kita ciptakan sendiri terkait dengan fokus ini. Misalnya saja, kita beralasan sibuk urusan pekerjaan sehingga yang lain berantakan. Kalau kita benarkan (justifikasi), memang itu akan benar-benar terjadi. Tapi kalau kita lawan sendiri, kesempatannya untuk menang masih terbuka lebar. Fokus di sini kemampuan mencurahkan atau memusatkan perhatian pada hal-hal yang menurut kita penting.

Keempat, tetap fleksibel. Antara fokus dan fleksibel ini tidak bisa dipisahkan kalau yang kita inginkan adalah hasil yang bagus. Fokus artinya batin kita (the mind) tetap mengarah pada sasaran yang telah kita buat. Sedangkan fleksibel artinya tindakan kita (action) menyesuaikan realitas. Ibarat orang menyopir kendaraan, fokus diperlukan agar kita bisa sampai tujuan dengan selamat dan cepat. Sedangkan fleksibel diperlukan untuk menyiasati kondisi jalan. Bila jalannya belok, kita perlu belok. Bahkan bila jalannya macet dan kita tahu ada jalan tikus, ya itu perlu kita tempuh. Intinya, fokus dan fleksibel akan membantu kita menjalani filsafat hidup mengalir bagai air.

Kelima, menjaga keseimbangan 3K. Seperti yang sudah sering saya tulis, 3K di sini maksudnya adalah Kebutuhan (K1), Keinginan (K2) dan Kelancaran (K3). Agar hidup kita mengalir bagai air, 3K ini perlu diseimbangkan. Kebutuhan di sini adalah urgensitas yang tidak bisa ditunda, seperti makan, biaya sekolah, reparasi kendaraan, dan seterusnya. Sedangkan keinginan di sini adalah sesuatu yang belum terwujud atau baru terwujud sebagiannya, misalnya pengembangan karir, usaha, pendidikan lanjutan, dan seterusnya. Adapun kelancaran di sini adalah penyelesaian masalah yang muncul.

Kalau kita hanya mengejar kebutuhan yang sifatnya urgent atau merasa terintimidasi oleh hanya kebutuhan jangka pendek sehari-hari, maka langkah kita pun tidak dinamis. Kenapa? Alasannya, supaya hidup kita dinamis memerlukan sebuah visi (keinginan) yang kita perjuangkan. Tetapi bila kita lebih fokus pada realisasi keinginan dengan mengabaikan kebutuhan, ini juga tidak realistis. Orang tidak bisa mengejar keinginan yang masih jauh apabila kebutuhan sehari-harinya terancam.

Begitu juga kalau yang kita pikirkan setiap saat itu masalah. Terlalu ekstrim melihat hidup dari sisi masalahnya akan membuat hidup kita tidak bisa mengalir bagai air. Cara pandang kita yang seperti ini bisa jadi akan menutupi pandangan kita terhadap peluang. Namun, kalau masalah itu kita abaikan secara ekstrim, inipun akan mengancam keamaan kita. Masalah yang diabaikan lama-lama membesar dan itu akan membatasi hidup kita. Karena itu, Anthony Robbin menasehatkan, gunakan 10 % pikiranmu untuk melihat masalah lalu gunakan sisanya untuk melihat solusi atau peluang.

Dengan menjalankan langkah-langkah di atas, tidak berarti hidup kita langsung sempurna. Sebab, kesempurnaan itu adalah sebuah proses yang selalu disempurnakan.

0 komentar:

 
template by : uniQue  |    modified by : your name